Yayasan Berjasa di Akar Rumput


Yayasan, walaupun dapat membuka cabang/perwakilan, kerjanya selalu di akar rumput. Setiap yayasan adalah badan hukum yang independen, termasuk juga jika didirikan oleh bukan oleh individu. Yayasan memang dapat juga didirikan oleh yayasan yang telah ada atau oleh perkumpulan berbadan hukum. Namun setelahnya, pendiri hanyalah sejarah. Organ tertinggi yayasan adalah pembina yang beranggotakan individu.

Di masa awal kebangkitan kembali agama Buddha di nusantara, di berbagai kota Sang Pelopor menerima sumbangan-sumbangan tanah dan bangunan untuk menjadi wihara. Di kota-kota itu kemudian dibentuklah yayasan-yayasan oleh Sang Pelopor. Dalam perkembangannya ketika PUUI/MUABI/MBI lebih menjalankan fungsinya pada jenjang-jenjang di atas akar rumput, yayasan melalui pengurus harian wihara yang menangani kegiatan umat di akar rumput, termasuk juga menaungi komunitas-komunitas basis yang terbentuk di wihara. 

Pola kerja yayasan-yayasan pelopor ini kemudian juga diikuti oleh yayasan-yayasan yang dibentuk pada masa berikutnya. Pendirian yayasan-yayasan ini tidak lagi terkait langsung dengan Sang Pelopor maupun Sagin. Namun karena menangani kegiatan pembinaan umat, maka lalu bernaung pada Sagin. Yayasan-yayasan yang pengurusnya kurang mengerti bagaimana menjalin hubungan dengan pemerintah, kemudian juga meminta bantuan dari MBI. Sinergi antara monastik Sagin, pandita MBI, dan pengurus yayasan pun tercipta.

Menyadari bahwa yayasan adalah badan hukum yang independen, serta memahami bahwa ada banyak yayasan yang dalam pendiriannya sesungguhnya tidak terkait dengan Sagin dan MBI, pendekatan koordinatif terhadap yayasan-yayasan tentunya tidak semudah memberi komando. Kehadiran Sekretariat Bersama yang dibentuk secara bottom up sebagai hasil musyawarah yang demokratis tentu akan jauh lebih kuat daripada jika dibentuk secara top down.

Hal yang berbeda tentu berlaku pada yayasan-yayasan yang pembinanya terdiri dari para anggota Sagin. Pengelolaan wihara dan pembinaan komunitas umat di wihara-wihara di bawah naungan yayasan-yayasan ini tentunya dipimpin langsung oleh para monastik. Jadi koordinasi dapat dilakukan Sagin dengan mudah, yaitu melalui para biksu/biksuni kepala wihara. Sagin bahkan dapat membentuk Dewan Kepala Wihara untuk itu.