Selain meditasi formal (duduk dan berjalan), kegiatan monastik adalah melakukan pendarasan pagi dan petang mengulang ajaran Buddha, mengupayakan pemahaman Dharma lewat mendengar dan membaca, serta bekerja untuk keagungan Triratna. Ada yang bekerja untuk kebersihan dan kerapian wihara, ada yang bekerja mengajar Dharma, termasuk menghadirkan media Dharma, ada yang bekerja untuk mengatasi langsung penderitaan sesama, melayani konsultasi maupun melakukan aksi, dst.
Tentunya semua kegiatan, termasuk yang ritual dan seremonial, jika dilakukan dengan tepat akan menjaga pikiran agar terjaga. Esensi ajaran Buddha adalah praktik sadar-penuh dalam segala aktivitas. Monastik bukanlah pengangguran yang membiarkan pikirannya terlena dan berkelana.
Menjadi jelas mengapa Sukong Jinarakkhita bisa memberi petunjuk berbeda bagi para monastik baru. Yang satu diwajibkan melakukan pendarasan pagi dan petang, tetapi yang lain tidak diwajibkan untuk itu. Tentunya yang tidak diwajibkan itu dilihat sudah lebih sadar-penuh dalam mengawasi gerak-gerik pikirannya.
Sangat beruntung memiliki banyak kesempatan untuk melakukan pendarasan, termasuk bersama keluarga-keluarga yang sedang berduka, karena dengan begitu seseorang lebih banyak menghadirkan saat-saat hening yang pada gilirannya akan mendukung pertumbuhan kemampuan sadar-penuh. Bagi yang tidak punya banyak kesempatan tersebut, karena menangani aktivitas-aktivitas lain, maka setiap aktivitas lain tersebut yang harus digunakan untuk praktik sadar-penuh.