Di zaman keterbukaan informasi dengan adanya media sosial, jenjang organisasi semakin tidak diperlukan. Kecuali untuk kepentingan menjadi mitra pemerintah dan menjadi tim penatar bagi jenjang di bawahnya. Jadi informasi dari pusat pada masa kini dapat dengan seketika disebar untuk tiba di akar rumput, tanpa perlu melalui pengurus provinsi, pengurus kabupaten/kota, dan pengurus kecamatan.
Dari jenis para aktivisnya, organisasi buddhis itu sendiri dapat dibagi dua. Jika para aktivisnya jarang ke wihara, maka organisasi buddhis tersebut mestinya tidak berbasis wihara. Jadi memang berbeda dengan organisasi buddhis yang berbasis wihara. Contoh organisasi buddhis yang berbasis wihara adalah organisasi yang menghimpun para pandita wihara untuk dapat belajar, berlatih, dan berbagi dengan lebih baik. Atau organisasi yang menghimpun persaudaraan muda-mudi wihara untuk melahirkan kader-kader tokoh buddhis masa depan.
Namun dalam kenyataannya dua jenis organisasi buddhis ini–yang berbasis wihara dan yang tidak berbasis wihara–seringkali digabung menjadi satu. Sesungguhnya organisasi buddhis yang tidak berbasis wihara harus siap menerima jika jumlah anggotanya terbatas namun justru lebih militan. Jadi tidak perlu mengkaitkan dengan wihara hanya karena kepentingan untuk membesarkan organisasi. Oleh karena organisasilah yang seyogianya membesarkan wihara, bukan sebaliknya. Dan itu menjadi tidak mungkin dilakukan oleh organisasi yang diisi oleh aktivis yang jarang ke wihara. Organisasi buddhis yang tidak berbasis wihara juga seringkali lebih mampu dan bersemangat menangani bidang kegiatan “darma negara”.
Tentunya bukan berarti tidak ada koordinasi di antara organisasi-organisasi yang ada, yang sesungguhnya saling melengkapi. Bagaimanapun ada sanggha monastik yang menjadi induk tunggal tempat bernaung, tempat berkonsultasi dan meminta arahan agar semua kegiatan tidak keluar dari jalur buddhistik.