Bhiksu teladan yg bersahaja ini lahir pada hari besar Bodhisattwa Avalokitesvara (lak gwee cap kauw) tahun 1919 di Putian, Propinsi Hokkian-Tiongkok.
Karena keyakinannya yg kuat kepada Triratna, di usia 18 tahun beliau memasuki kehidupan sbg seorang sramanera di Wihara Kong Hoa Sie Tiongkok.
Beliau menerima pentahbisan penuh sebagai seorang bhiksu pada tahun 1938 dalam usia 20 tahun. Tekun belajar dan memperdalam Buddha Dharma selama 11 thn di Tiongkok & dgn semangat Bodhisattwa pd thn 1948 dg restu gurunya, Mahabhiksu Te Sun, beliau bertekad mengembangkan agama Buddha di Asia Tenggara.
Tiga tahun pertama beliau membantu mengembangkan komunitas umat Buddha di Malaysia, kemudian satu tahun mengabdikan diri di Singapura.
Pada hari Waisak 2496 B.E/1952 beliau berangkat menuju Indonesia. Tiba di Jakarta, beliau menuju Wihara Kong Hoa Sie Jakarta utk menjumpai kakek seperguruan beliau, yaitu Maha Bhiksu Pun Cing/Ben Qing Lau He Shang (本清老和尚), utk memberikan penghormatan & mohon bimbingan.
Beliau juga bertemu dg pemuda Tee Boan An yg sedang melatih diri sbg seorang Anagarika & berguru kepada Maha Bhiksu Pun Cing. Kelak pemuda Tee Boan An ini dikenal sebagai Maha Bhiksu Ashin Jinarakkhita.
Pada hari Asadha thn 1952 (lak gwee cap go) 2496 B.E beliau menuju Wihara Hiap Thian Kiong Bandung. Di Wihara Hiap Thian Kiong (berdiri pada tahun 1885) ini selanjutnya beliau bersama paman gurunya, yaitu Bhiksu Te Lian (wafat 1963) dan Bhiksu Te Kiam (wafat 1972) membina umat Buddha di kota kembang Bandung.
Selama 32 tahun Maha Bhiksu Dhyanaram Wan Sian dgn didukung para pengurus wihara berkarya bagi perkembangan agama Buddha.
Pada tahun 1969 selain mengajarkan Buddha Dharma, beliau merintis pembentukan komunitas doa. Lalu bersama para umat beliau menjalankan kunjungan kasih ke rumah sakit dan memberikan pelayanan doa bagi mereka yang sedang berduka. Memberikan santunan bagi mereka yang sedang mengalami kesusahan baik di RS maupun di RD.
Pada masa awal, dgn menumpang becak beliau mengunjungi umat-umat yag membutuhkan pertolongannya. Untuk memenuhi kebutuhan pembinaan umat beliau didukung pengurus jg mendirikan Wihara Samudra Bhakti (1972). Kemudian mendirikan Wihara Buddha Gaya yg berciri khas arsitektur Candi Borobudur (1979). Bersama pengurus yayasan pd thn 1981 beliau jg mendirikan Sekolah Dharma Bhakti.
Bagi perkembangan wihara-wihara di pelosok tanah air, beliau bersama Maha Bhiksu Jinasurya Wan Beng senantiasa siap mendukung Sangha Agung Indonesia kala itu melalui Maha Nayaka Sangha Agung Indonesia, Maha Bhiksu Ashin Jinarakhita.
Terbentuknya persaudaraan muda-mudi Buddhis, sekolah minggu Buddhis, group seni dan budaya Buddhis, jg tidak luput dari dukungan serta perhatian beliau.
Maha Bhiksu Dhyanaram Wan Sian telah mewariskan karya-karya besar yg berguna bagi umat Buddha pd khususnya dan bagi kemanusiaan pd umumnya.
Para monastik murid, cucu murid dan generasi selanjutnya dari beliau tersebar di berbagai daerah dan negara. Bhiksu senior Indonesia, Maha Bhiksu Dharmasagara dari Wihara Vajrabodhi di Bogor merupakan salah satu murid beliau.
Tepat pada hari Waisak tanggal 15 Mei 1984 (si gwee cap go) 2528 B.E setelah selesai kebaktian puja bhakti Waisak, maha bhiksu yang penuh kasih ini meninggalkan kita semua di usia 66 tahun.
Dengan dihadiri lebih dari 50 bhiksu dari mancanegara dan diiringi doa oleh sekitar 2000 umat Buddha yg mengasihinya, beliau disempurnakan di Krematorium Cikadut Bandung pd tgl 22 Mei 1984. Dari abu jenazah beliau ditemukan ratusan relik berbagai warna dalam ukuran yg berbeda-beda.
Walau secara fisik beliau sudah tidak ada, tetapi semangat, teladan, cinta kasih beliau abadi sepanjang masa.